Sistem Informasi

Sistem adalah kumpulan elemen yang berintegrasi untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang lebih berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini atau mendatang (Davis, 1999).

Minggu, 28 April 2013

Relevansi Zakat di Era Globalisasi


Relevansi zakat di era globalisasi

Hakekat zakat
Zakat adalah kewajiban untuk mengeluarkan harta untuk golongan orang tertentu yang berhak menerimanya, yang jumlah dan waktu untuk mengeluarkannya telah diatur dalam Al – Quran. Zakat pada hakekatnya merupakan salah satu rukun Islam dan sekaligus juga kewajiban bagi umat Islam. Zakat bermakna dan berarti mensucikan diri, itu berarti orang yang mengeluarkan zakat telah membersihkan dan mensucikan dirinya. Disamping menunaikan kewajiban zakat juga bersifat sebagai media kegiatan sosial dalam sebuah masyarakat yang dapat berkembang tergantung dengan msyarakat itu sendiri.
Zakat seperti sudah diatur dalam Al – Qur’an surat At Taubah ayat 60, golongan – golongan yang berhak menerima zakat ialah :
  
  1. Fakir
  2. Miskin
  3. Amil
  4. Mu’alaf
  5. Hamba sahaya
  6. Gharimin
  7. Fisabilillah
  8. Ibnus Sabil

Sedangkan banyak dan waktu untuk mengeluarkan zakat sudah memiliki ketentuan tertentu. Dalam mengeluarkannya ada yang disebut Zakat Fitrah ada pula Zakat Maal. Zakat Fitrah adalah zakat yang dikeluarkan berupa makanan pokok penduduk setempat misalkan beras atau gandum seberat 3,5 kg. Sedang zakat Maal adalah zakat yang dikeluarkan berupa harta kekayaan, hasil perniagaan dan lain – lain, pengeluarannya diwajibkan jika kekayaan seseorang telah mencapai Nishab (batas tertentu) sebanyak 2,5 %. Ada banyak lagi aturan yang membahas tentang zakat namun secara garis besar ketentuan dan hakekat zakat ialah seperti diatas.


Relevansinya dengan kepentingan masyarakat banyak

Sejak zaman kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, zakat selalin dilaksanakan untuk menunaikan kewajiban juga sudah digunakan sebagai media sosial sekaligus pemerataan kekayaan. Bagaimana bisa? Di zaman Nabi dulu banyak sekali saudagar – saudagar yang memiliki kekayaan melimpah dan tentunya sudah melebihi dari Nishab itu sendiri, lalu oleh Nabi diperintahkan mereka untuk mengeluarkan zakat sebanya 2,5% dari total kekayaannya. Yang dari situ, harta zakat di distribusikan kepada golongan – golongan orang tertentu diantaranya kaum fakir dan miskin. Sehingga kekayaan seseorang tidak akan menumpuk di satu orang saja, namu kekayaan tersebut dapat di distribusi kembali sehingga tidak terjadi timpang tindih antara yang kaya dan miskin, agar yang kaya tidak semakin kaya dan miskin tidak semakin miskin, Semuanya teratur dan berjalan sesuai syariat.


Bagaimana dengan kepentingan masyarakat banyak pada zaman sekarang?
Pada era globalisasi?

Jika melihat pada zaman sekarang, pendapatan suatu negara berasal dari pajak tiap penduduknya. Masing – masing negara memiliki kebijakan pajak tersendiri yang mengatur seberapa besar pajak yang wajib dikeluarkan dan siapa saja yang sudah wajib mengeluarkan pajak. Kondisi ini menuai kontroversi dikalangan pengusaha yang ingin membangun usaha di suatu negara, terkadang mereka merasa keberatan dengan pajak yang ada di negara tempat bisnis mereka berjalan sehingga para pebisnis tersebut lebih memilih pindah ke negara lain yang memiliki pajak bisnis yang lebih kecil. Tentu saja ini merugikan negeri tersebut dan juga merugikan pebisnis tersebut bila tetap menetap di negara tersebut. Belum lagi jika menghadapi masalah pendistribusian pajak tersebut untuk pembangunan di suatu wilayah, acap kali terjadi penumpukan pendistribusian, sehingga untuk kepentingan masyarakat sendiri tidak terkover oleh pajak sehingga dirasa diperlukan sumber dana lain.
Disinilah saya rasa pentingnya zakat dimana pelaksanaannya berdampingan dengan pajak di suatu negara tersebut, dimana zakat digunakan untuk kepentingan masyarakat yang bersifat sosial guna pendistribusian ulang kekayaan masyarakat. Lalu pajak digunakan untuk kepentingan negara seperti pembangunan wilayah dan infrastruktur lain untuk kepentingan bersama. Ditambah lagi dengan kemudahan di era globalisasi dimana individu yang sudah berkewajiban mengeluarkan zakat maupun pajak dapat menjalakan kewajibannya dimana saja secara cepat dan praktis.
Masalah lain lagi timbul dari masing – masing individu, ambilah contoh indonesia untuk dijadikan perbandingan. Melihat Indonesia dengan penduduk Islam terbesar di dunia namun tidak menganut hukum islam dalam ketatanegaraannya, hal ini melemahkan zakat dimana hanya menjadi urusan masing – masing individu saja. Berbeda dengan pajak yang apabil dilanggar wajib pajak akan mendapatkan sanksi. Lantas bagi yang melanggar zakat? Belum ada peraturan yang mengatur tentang hukum bagi yang melanggar wajib zakat, dengan alasan Indonesia bukan negara Islam dan urusan agama semestinya dipisahkan dari urusan Negara. Padahal studi tentang ke efektifan zakat dalam suatu negara sudah jelas dan tidak diragukan lagi, bahkan peran pajak bisa tergeser oleh zakat bila benar – benar di implementasikan.


Kesimpulan

Sebenarnya zakat sangatlah relevan bila tetap disandingkan pada era globalisasi, seperti Al – Quran dalam Islam yang isinya akan terus sesuai dengan keadaan zaman. Studi dan penelitian tentang kelayakan ekonomi yang berlandaskan Islam sudah banyak dan terbukti efektif, apa lagi zakat yang mungkin hanya merupakan salah satu poin dari studi kelayakan tersebut. Keberadaan zakat bila di implementasikan dalam skala besar atau pelaksanaannya oleh negara selalu lah disandingkan dengan pajak, karena sifatnya yang sama – sama mengeluarkan harta dengan jumlah tertentu. Namun dalam penunaiannya kerap diperlakukan berbeda, padahal sudah jelas zakat adalah kewajiban umat Islam dan Indonesia adalah negara mayoritas penduduk Islam. Permasalahan ini datang dari tiap individu dan instansi negara itu sendiri. Masing – masing individu memandang zakat adalah kewajiban yang dalam pelaksanaannya adalah urusan mereka masing – masing yang dalam konsteks ini tidak ingin diatur, oleh karena itu kesadaran zakat di Indonesia sangatlah kurang padahal potensi zakat Indonesia sangatlah besar. Instansi zakat yang ada hanyalah bersifat mewadahi mereka – mereka yang ingin membayar zakat dan mendistribusikannya, namun tidak bertanggung jawab untuk menagih secara langsung dan memberikan sanksi bagi pelaku wajib zakat yang tidak ingin membayarkan zakatnya. Padahal jika dilihat dari nominal pengeluarannya, zakat lebih sedikit dibandingkan dengan pajak. Namun kesadaran akan kewajiban itu sangatlah kurang.
Jika ingin suatu negara memiliki perekonomian yang maju, cukuplah dengan mengimplementasikan ekonomi yang berlandaskan Islam denga zakat salah satu instrumen pentingnya yang dalam pelaksanaannya para pakar Ekonomi Islam sudah mengatur bagaimana agar pelaksanaan itu dapat berjalan dengan baik. Instrumen – instrumen sudah ada, sumber daya manusia sudah ada, hanya Itikad untuk berbuat yang belum terlihat dalam negara ini. Pada intinya tidak ada keraguan tentang tidak relevannya zakat di era globalisasi ini, jika memang terlihat tidak relevan, yang tidak relevan adalah individunya bukan zakat itu sendiri.


Alendy Senda
Sistem Informasi A 2012
1112093000012

0 komentar: