Relevansi zakat di
era globalisasi
Hakekat zakat
Zakat adalah kewajiban untuk mengeluarkan harta untuk
golongan orang tertentu yang berhak menerimanya, yang jumlah dan waktu untuk
mengeluarkannya telah diatur dalam Al – Quran. Zakat pada hakekatnya merupakan salah
satu rukun Islam dan sekaligus juga kewajiban bagi umat Islam. Zakat bermakna
dan berarti mensucikan diri, itu berarti orang yang mengeluarkan zakat telah
membersihkan dan mensucikan dirinya. Disamping menunaikan kewajiban zakat juga
bersifat sebagai media kegiatan sosial dalam sebuah masyarakat yang dapat
berkembang tergantung dengan msyarakat itu sendiri.
Zakat seperti sudah diatur dalam Al – Qur’an surat At Taubah
ayat 60, golongan – golongan yang berhak menerima zakat ialah :
1. Fakir
2. Miskin
3. Amil
4. Mu’alaf
5. Hamba sahaya
6. Gharimin
7. Fisabilillah
8. Ibnus Sabil
Sedangkan banyak dan waktu untuk mengeluarkan zakat sudah
memiliki ketentuan tertentu. Dalam mengeluarkannya ada yang disebut Zakat
Fitrah ada pula Zakat Maal. Zakat Fitrah adalah zakat yang dikeluarkan berupa
makanan pokok penduduk setempat misalkan beras atau gandum seberat 3,5 kg.
Sedang zakat Maal adalah zakat yang dikeluarkan berupa harta kekayaan, hasil
perniagaan dan lain – lain, pengeluarannya diwajibkan jika kekayaan seseorang
telah mencapai Nishab (batas tertentu) sebanyak 2,5 %. Ada banyak lagi aturan
yang membahas tentang zakat namun secara garis besar ketentuan dan hakekat
zakat ialah seperti diatas.
Relevansinya dengan
kepentingan masyarakat banyak
Sejak zaman kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, zakat selalin
dilaksanakan untuk menunaikan kewajiban juga sudah digunakan sebagai media
sosial sekaligus pemerataan kekayaan. Bagaimana bisa? Di zaman Nabi dulu banyak
sekali saudagar – saudagar yang memiliki kekayaan melimpah dan tentunya sudah
melebihi dari Nishab itu sendiri, lalu oleh Nabi diperintahkan mereka untuk
mengeluarkan zakat sebanya 2,5% dari total kekayaannya. Yang dari situ, harta
zakat di distribusikan kepada golongan – golongan orang tertentu diantaranya kaum
fakir dan miskin. Sehingga kekayaan seseorang tidak akan menumpuk di satu orang
saja, namu kekayaan tersebut dapat di distribusi kembali sehingga tidak terjadi
timpang tindih antara yang kaya dan miskin, agar yang kaya tidak semakin kaya
dan miskin tidak semakin miskin, Semuanya teratur dan berjalan sesuai syariat.
Bagaimana dengan
kepentingan masyarakat banyak pada zaman sekarang?
Pada era globalisasi?
Jika melihat pada zaman sekarang, pendapatan suatu negara
berasal dari pajak tiap penduduknya. Masing – masing negara memiliki kebijakan
pajak tersendiri yang mengatur seberapa besar pajak yang wajib dikeluarkan dan
siapa saja yang sudah wajib mengeluarkan pajak. Kondisi ini menuai kontroversi
dikalangan pengusaha yang ingin membangun usaha di suatu negara, terkadang
mereka merasa keberatan dengan pajak yang ada di negara tempat bisnis mereka
berjalan sehingga para pebisnis tersebut lebih memilih pindah ke negara lain
yang memiliki pajak bisnis yang lebih kecil. Tentu saja ini merugikan negeri
tersebut dan juga merugikan pebisnis tersebut bila tetap menetap di negara
tersebut. Belum lagi jika menghadapi masalah pendistribusian pajak tersebut
untuk pembangunan di suatu wilayah, acap kali terjadi penumpukan
pendistribusian, sehingga untuk kepentingan masyarakat sendiri tidak terkover
oleh pajak sehingga dirasa diperlukan sumber dana lain.
Disinilah saya rasa pentingnya zakat dimana pelaksanaannya
berdampingan dengan pajak di suatu negara tersebut, dimana zakat digunakan
untuk kepentingan masyarakat yang bersifat sosial guna pendistribusian ulang
kekayaan masyarakat. Lalu pajak digunakan untuk kepentingan negara seperti
pembangunan wilayah dan infrastruktur lain untuk kepentingan bersama. Ditambah
lagi dengan kemudahan di era globalisasi dimana individu yang sudah
berkewajiban mengeluarkan zakat maupun pajak dapat menjalakan kewajibannya
dimana saja secara cepat dan praktis.
Masalah lain lagi timbul dari masing – masing individu,
ambilah contoh indonesia untuk dijadikan perbandingan. Melihat Indonesia dengan
penduduk Islam terbesar di dunia namun tidak menganut hukum islam dalam
ketatanegaraannya, hal ini melemahkan zakat dimana hanya menjadi urusan masing –
masing individu saja. Berbeda dengan pajak yang apabil dilanggar wajib pajak
akan mendapatkan sanksi. Lantas bagi yang melanggar zakat? Belum ada peraturan
yang mengatur tentang hukum bagi yang melanggar wajib zakat, dengan alasan
Indonesia bukan negara Islam dan urusan agama semestinya dipisahkan dari urusan
Negara. Padahal studi tentang ke efektifan zakat dalam suatu negara sudah jelas
dan tidak diragukan lagi, bahkan peran pajak bisa tergeser oleh zakat bila
benar – benar di implementasikan.
Kesimpulan
Sebenarnya zakat sangatlah relevan bila tetap disandingkan
pada era globalisasi, seperti Al – Quran dalam Islam yang isinya akan terus
sesuai dengan keadaan zaman. Studi dan penelitian tentang kelayakan ekonomi
yang berlandaskan Islam sudah banyak dan terbukti efektif, apa lagi zakat yang
mungkin hanya merupakan salah satu poin dari studi kelayakan tersebut. Keberadaan
zakat bila di implementasikan dalam skala besar atau pelaksanaannya oleh negara
selalu lah disandingkan dengan pajak, karena sifatnya yang sama – sama mengeluarkan
harta dengan jumlah tertentu. Namun dalam penunaiannya kerap diperlakukan
berbeda, padahal sudah jelas zakat adalah kewajiban umat Islam dan Indonesia
adalah negara mayoritas penduduk Islam. Permasalahan ini datang dari tiap
individu dan instansi negara itu sendiri. Masing – masing individu memandang
zakat adalah kewajiban yang dalam pelaksanaannya adalah urusan mereka masing –
masing yang dalam konsteks ini tidak ingin diatur, oleh karena itu kesadaran
zakat di Indonesia sangatlah kurang padahal potensi zakat Indonesia sangatlah
besar. Instansi zakat yang ada hanyalah bersifat mewadahi mereka – mereka yang
ingin membayar zakat dan mendistribusikannya, namun tidak bertanggung jawab
untuk menagih secara langsung dan memberikan sanksi bagi pelaku wajib zakat
yang tidak ingin membayarkan zakatnya. Padahal jika dilihat dari nominal
pengeluarannya, zakat lebih sedikit dibandingkan dengan pajak. Namun kesadaran
akan kewajiban itu sangatlah kurang.
Jika ingin suatu negara memiliki perekonomian yang maju,
cukuplah dengan mengimplementasikan ekonomi yang berlandaskan Islam denga zakat
salah satu instrumen pentingnya yang dalam pelaksanaannya para pakar Ekonomi
Islam sudah mengatur bagaimana agar pelaksanaan itu dapat berjalan dengan baik.
Instrumen – instrumen sudah ada, sumber daya manusia sudah ada, hanya Itikad
untuk berbuat yang belum terlihat dalam negara ini. Pada intinya tidak ada
keraguan tentang tidak relevannya zakat di era globalisasi ini, jika memang
terlihat tidak relevan, yang tidak relevan adalah individunya bukan zakat itu
sendiri.
Alendy Senda
Sistem Informasi A 2012
1112093000012
Alendy Senda
Sistem Informasi A 2012
1112093000012
0 komentar:
Posting Komentar